JENIS KELAMIN DN GENDER ITU BERBEDA LHO, BERIKUT MAKALAH TENTANG JENIS KELAMIN DAN GENDER


JENIS KELAMIN DAN GENDER

Hasil penelitian Mead (1965), di tiga kelompok etnik Papua Timur Laut menjadi acuan pembahasan mengenai masalah jenis kelamin dan gender. Temuannya di lapangan menujukkan bahwa tidak ada hubungan antara kepribadian dengan jenis kelamin. Mead menyimpulkan bahwa kepribadian seseorang tidak tergantung pada faktor jenis kelamin melainkan dibentuk oleh faktor kebudayaan. Perbedaan kepribadian antar masyarakat maupun antar individu merupakan hasil proses sosialisasi, terutama pola asuhan dini yang dituntun oleh kebudayaan masyarakat yang bersangkutan.

Jenis Kelamin
            Konsep seks atau jenis kelamin mengacu pada perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki; pada perbedaan antara tubuh laki-laki dan perempuan. Manakala kita berbicara mengenai perbedaan jenis kelamin maka kita akan membahas perbedaan biologis antara kaum laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin bersifat biologis dan dibawa sejak lahir sehingga tidak dapat diubah.

Gender
            Konsep gender menyangkut perbedaan psikologis, sosial dan budaya antara laki-laki dan perempuan—arti penting yang diberikan masyarakat pada kategori biologis laki-laki dan perempuan. Gender mengacu pada pengetahuan dan kesadaran, baik secara sadar ataupun tidak, bahwa diri seseorang tergolong dalam suatu jenis kelamin tertentu dan bukan dalam jenis kelamin lain. Konsep gender tidak mengacu pada perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki, melainkan pada perbedaan psikologis, sosial dan budaya yang dikaitkan masyarakat antara laki-laki dan perempuan.

Gender dan Sosialisasi
            Gender tidak bersifat biologis melainkan dikonstruksikan secara sosial. Gender tidak dibawa sejak lahir melainkan dipelajari melalui sosialisasi. Oleh sebab itu gender dapat berubah. Proses sosialisasi yang membentuk persepsi diri dan aspirasi dalam sosiologi dinamakan sosialisasi gender. Agen sosialisasi terdiri dari:
a.       Keluarga,
Sosialisasi gender berawal pada keluarga. Melalui proses pembelajaran gender seseorang mempelajari peran gender yang oleh masyarakat dianggap sesuai dengan jenis kelaminnya Salah satu media yang digunakan orang tua untuk memperkuat identitas gender ialah mainan, yaitu dengan menggunakan mainan berbeda untuk tiap jenis kelamin. Buku cerita kanak-kanak merupakan media lain untuk melakukan sosialisasi gender. Kesadaran akan adanya sosialisasi gender melalui pola asuh anak ini telah menimbulkan keinginan untuk menerapkan pola asuh yang tidak bersifat seksis. Namun dalam praktek terbukti bahwa ide semacam ini tidak mudah dilaksanakan.  
b.      Kelompok Bermain,
Kelompok bermain merupakan agen sosialisasi yang telah sejak dini membentuk perilaku dan sikap kanak-kanak. Sebagai agen sosialisasi, kelompok bermain menerapkan kontrol sosial bagi anggota yang tidak menaati aturannya. Seorang anak laki-laki yang memilih untuk bermain dengan mainan anak perempuan dan berkumpul dengan mereka, misalnya, anak perempuan yang berorientasi pada permainan laki-laki dan dicap ”tomboy”.
c.       Sekolah,
Sebagai agen sosialisasi gender, sekolah menerapkan pembelajaran gender melalui media utamanya, yaitu kurikulum formal. Pembelajaran gender di sekolah dapat pula berlangsung melalui buku teks yang digunakan. Bentuk pembelajaran lain berlangsung melalui kurikulum terselubung; para guru sering memperlakukan siswi secara berbeda dengan siswa. Pemisahan yang mengarah ke segregasi menurut jenis kelamin sering terjadi manakala siswa mulai dijuruskan ke bidang-bidang ilmu tertentu.
d.      Media Massa,
Media massapun sangat berperan dalam sosialisasi gender, baik melalui pemberitaannya, kisah fiksi yang dimuatnya, maupun melalui iklan yang dipasang di dalamnya. Media massa sering memuat iklan yang menunjang stereotip gender.



Gender dan Stratifikasi
Macionis (1996), mendefinisikan stratifikas gender (gender stratification) sebagai ketimpangan dalam pembagian kekayaan, kekuasaan, dan privilese antara laki-laki dan perempuan. Menurut Macionis ketimpangan ini dijumpai di berbagai bidang: dunia kerja, dalam pelaksanaan rumah tangga, di bidang pendidikan, dan di bidang politik.
a.       Gender dan Pendidikan,
Dalam berbagai masyarakat maupun kalangan tertentu, dapat kita jumpai nilai dan aturan agama ataupun adat kebiasaan yang tidak mendukung dan bahkan melarang keikutsertaan anak perempuan dalam pendidikan formal. Sebagai akibat ketidaksamaan kesempatan demikian maka dalam banyak masyarakat dijumpai ketimpangan dalam angka partisipasi dalam pendidikan formal.
b.      Gender dan Pekerjaan,
Orang sering melupakan bahwa di rumah perempuanpun sering melakukan berbagai kegiatan yang menghasilkan uang. Sering dilupakan pula bahwa pekerjaan rumah tangga yang dilakukan perempuan di ranah domestik, yaitu penyediaan barang dan jasa bagi sesama anggota keluarga termasuk suami, merupakan suatu pekerjaan produktif.
Dalam angkatan kerja diidentifikasikan dua macam segregasi jenis kelamin: segregasi vertikal, yaitu terkonsentrasinya pekerja perempuan pada jenjang rendah dalam organisasi, dan segregasi horizontal, yaitu terkonsentrasinya pekerja perempuan di jenis pekerjaan yang berbeda dengan jenis pekerjaan yang dilakukan pekerja laki-laki. Adanya segregasi vertikal memberikan kesan seolah-olah ada suatu ”langit-langit kaca” yang menghalangi mobilitas kaum perempuan. Adanya segregasi horizontal pun memberi kesan seakan-akan dalam pasar kerja ada jenis pekerjaan tertentu yang relatif tertutup bagi kaum perempuan.
Salah satu masalah yang dihadapi kaum perempuan di masyarakat adalah adanya diskriminasi terhadap perempuan di bidang pekerjaan. Suatu bentuk diskriminasi yang sering dialami pekerja perempuan adalah diskriminasi terhadap orang hamil. Di berbagai masyarakat pekerja laki-laki memperoleh upah lebih tinggi daripada upah pekerja perempuan walaupun pekerjaan yang dilakukan sama – suatu gejala yang dinamakan diskriminasi upah berdasarkan jenis kelamin. 

                    
c.       Gender dan Penghasilan,
Dalam struktur okupasi dijumpai bidang pekerjaanet berstatus rendah yang umumnya hanya dikerjakan perempuan, dan berada di bawah subordinasi pejabat laki-laki. Pekerjaan yang dipegang oleh perempuan seperti pekerjaan sekretaris, juru tik, dan stenograf dinamakan pekerjaan kerah merah jambu. Upah para pekerja perempuan ini dinilai terlalu rendah sehingga mereka sering terperangkap kemiskinan.

 Gender dan Kekuasaan
      Ketimpangan kekuasaan antara kaum perempuan dan laki-laki juga dapat dilihat dalam politik dan rumah tangga (keluarga):
a.       Gender dan Politik,
Di masa lalu kaum perempuan tidak mempunyai hak pilih. Sampai kinipun masih banyak kaum perempuan yang tidak memiliki hak memilih dan dipilih. Masih relatif terbatasnya jumlah posisi di dalam ranah publik yang berhasil diraih kaum perempuan sering dijadikan indikasi mengenai besarnya kesenjangan antara peraihan status perempuan dan laki-laki di bidang politik.
b.      Gender dan Keluarga,
Banyak ditemui ketimpangan kekuasaan suami dan istri dalam rumah tangga. Kajian terhadap pembagian kekuasaan antara suami dan istri telah melahirkan konsep keluarga simetris yang mengacu pada kekuasaan seimbang, dan keluarga asimetris, yang mengacu pada kekuasaan tidak seimbang.
Para ahli telah menggunakan berbagai indikator untuk mengukur pembagian kerja dan kekuasaan suami-istri dalam rumah tangga. Salah satu cara ialah dengan merinci pekerjaan rumah tangga apa saja dilakukan oleh siapa. Untuk mengacu pada berbagai pola kekuasaa mengelola keuangan rumah tangga dijumpai konsep wife control, wife controlled pooling, husband controlled pooling dan husband control. Dalam banyak keluarga peran pria dalam rumah tangga masih tetap dominan.

Kekerasan Terhadap Perempuan
            Dalam interaksinya dengan laki-laki, kaum perempuan sering mengalami berbagai bentuk kekerasan.Bentuk kekerasan tersebut adalah:
a.       Perkosaan
Kejahatan berupa perkosaan tidak hanya dilakukan terhadap seseorang yang berjenis kelamin berbeda, tetapi dapat pula dilakukan seseorang yang berjenis kelamin sama. Perkosaan sering dilakukan terhadap perempuan usia muda, oleh orang yang telah dikenal korban seperti tetangga, teman kencan, pacar, atu kerabat; perkosaan sering terjadi di dalam rumah korban sendiri; perkosaan jarang dilaporkan ke pihak berwajib.
b.      Kekerasan Domestik,
Banyak orang mengalami kekerasan domestik, yaitu kekerasan di tangan orang yang dekat dengan mereka. Kekerasan terhadap mitra intim merupakan bentuk kekerasan dalam mana korban kekerasan terdiri atas mitra intim. Kekerasan yang terjadi antara dua orang yang berkencan dan belum terikat hubungan pernikahan dinamakan kekerasan waktu kencan. Kekerasan terhadap mitra intim maupun kekerasan waktu kencan cenderung dialami oleh perempuan.
Pihak berwajib biasanya enggan turun tangan dalam kasus kekerasan domestik. Para istri dan perempuan yang menjadi korban kekerasan pun sering tidak melakukan pengaduan ke fihak berwajib.
c.       Pelecehan Seks,
Berbagai bentuk perlakuan tidak menyenangkan terhadap seseorang, terutama kaum perempuan, dinamakan pelecehan seks. Tindakan tersenut seperti: komentar, isyarat, atau kontak fisik yang bersifat seks, diulang-ulang, dan tidak dikehendaki. Tindakan semacam ini sering dialami perempuan di tempat kerja.

Penjelasan
            Ketimpangan dalam pembagian kekayaan, kekuasaan, dan privilese antara laki-laki dan perempuan yang menguntungkan kaum laki-laki dikaitkan dengan dominasi laki-laki terhadap perempuan. Bentuk organisasi sosial dimana laki-laki mendominasi perempuan dinamakan patriarki sedangkan bentuk dimana perempuan mendominasi laki-laki dinamakan matriarki.   
Salah satu faktor yang dianggap mendasari dominasi laki-laki dan patriarki ialah seksisme, yaitu keyakinan bahwa keunggulan suatu jenis kelamin merupakan pembawaan sejak lahir.
Di bidang teori sosial dijumpari pemikiran feminis, yaitu upaya memahami kehidupan sosial dan pengalaman manusia melalui sudut pandang perempuan. Pemikiran feminis dapat diklasifikasikan dalam dua kategori besar: jawaban terhadap pertanyaan mengenai situasi perempuan dengan jalan menggambarkan situasi perempuan dibandingkan dengan laki-laki, dan jawaban terhadap pertanyaan mengapa kaum perempuan berada dalam situasi demikian. Melalui pertanyaan-pertanyaan demikian, para ilmuwan feminis berupaya menguraikan perbedaan antara laki-laki dan perempuan, untuk kemudian berupaya menjelaskan faktor-faktor yang mendasari perbedaan, ketimpangan, dan penindasan tersebut melalui berbaga teori.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA UJI NYALA API UNSUR ALKALI DAN ALKALI TANAH

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ELEKTROLISIS LARUTAN KI

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI UJI MAKANAN