SINOPSIS HABIS GELAP TERBITLAH TERANG Ra.Kartini KARANGAN Armijn Pane
Habis Gelap
Terbitlah Terang
Pengarang : Armijn Pane
Tebal Halaman : 204 halaman
Penerbit : PT Balai Pustaka (persero)
Tahun Terbit : 2008
Tebal Halaman : 204 halaman
Penerbit : PT Balai Pustaka (persero)
Tahun Terbit : 2008
Jenis : Biografi
Cetakan : Ketiga
Sinopsis :
Sinopsis :
Raden Ajeng Kartini dilahirkan di pesisir
utara Pulau Jawa tepatnya yaitu Kota Jepara pada tanggal 21 April 1879. Beliau
adalah seorang putri dari bupati Jepara saat itu yang bernama Raden Mas Adipati
Sastrodiningrat dan merupakan cucu dari Bupati Demak yang bernama
Tjondronegoro. Pada era kartini yaitu abad 19 ahir dan 20 awal perempuan –
perempuan di negeri ini tidak boleh memiliki kebebasan dalam berbagai hal, baik
dalam hal pendidikan maupun dalam hal menentukan jodoh atau suaminya sendiri, Kartini
yang terlahir sebagai seorang perempauan yang tidak bisa memiliki pilihan
apapun dengan ditambahnya perbedaan perlakuan terhadap saudara saudara lelaki
nya dan juga teman – temannya serta kaum perempuan Belanda yang membuatnya
merasa iri pun semakin meningkatkan tekad nya untuk merubah kebiasaan tersebut.
Pada zaman era Kartini sangat
terasa sekali diskriminasi yang terjadi kepada kaum perempuan, Kartini saja
yang notabene adalah seorang anak bupati hanya diperbolehkan untuk sekolah sampai
tingkat Sekolah dasar saja yang saat itu bernama Europes Lagere School (E.L.S)
apalagi untuk anak - anak yang orang tuanya tidak memiliki kedudukan seperti
orang tua kartini.
Waktu demi waktu telah
berlalu, Kartini kecil pun telah berubah menjadi dewasa sehingga mengharuskan
beliau untuk dipingit di dalam rumah pada saat itu usianya menginjak 12 tahun
hingga tiba saatnya untuk menikah karena di daerahnya ada sebuah adat yang
melekat bahwa seorang gadis perempuan pamali untuk berpergian dan malakukan
aktivitas diluar rumah secara bebas seperti pada waktu beliau masih kecil dulu.
Hal ini tentu sangat menyiksa bagi diri Kartini, dengan adanya hal ini tentu
langkah – langkah beliau semakin terikat dan terbatas, di sini semangat kartini
mulai merasa goyah dan tidak sekuat dahulu. Kartini berjuang seorang diri dalam
memperjuangkan hak-hak perempuan agar setingkat lebih maju dari pada keadaan
yang sekarang, banyak pertentangan yang di hadapi oleh kartini dari orang –
orang disekitarnya dikarenakan adat dan budaya yang melekat begitu kental
sehingga sangat sulit untuk menerima perubahan yang ada. Setiap suka duka yang
dirasakan kartini selalu beliau ceritakan kepada sahabat – sahabatnya yang
berada di Belanda.Hanya dengan tulisan dan goresan tangan nya lah kartini dapat
mencurahkan isi hati nya, Surat demi surat kartini kirimkan kepada para
sahabatnya.
Waktu luangnya sering ia gunakan untuk membaca
buku-buku, beberapa buku yang sering ia baca sehingga bisa merubah cara pandang
dan berpikirnya diantara nya yaitu membaca surat kabar Semarang De
Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft ,buku karangan Multatuli yang berjudul
max Havelaar dan juga buku buku karya perempuan – perempuan pejuang Eropa.
Beliau mulai berpikir betapa tertinggal nya kaum wanita sebangsanya bila
dibandingkan dengan kaum wanita lain di benua Eropa. Sejak saat itu beliau
memiliki tekad yang kuat untuk memajukan wanita sebangsanya sendiri yaitu
Indonesia, banyak cara yang dapat dilakukan untuk memajukan kaum perempuan di
daerahnya diantara nya melalaui pendidikan.
Kartini
mulai membuka pendidikan secara gratis tanpa di pungut biaya sepeserpun atau
dengan Cuma – Cuma didaerahnya yaitu Jepara. Sekolah tersebut diperuntukkan
bagi kaum perempuan, disini mereka diajarkan berbagai ilmu dan keterampilan
seperti menyulam, menjahit dan memasak. Bahkan demi mewujudkan cita cita nya
tersebut Kartini berkeinginan untuk mengikuti sekolah guru di negeri Belanda
melalui jalur beasiswa yang di berika oleh pemerintah Hindia Belanda. Tetapi
Cita citanya itu tidak memperoleh dukungan dan izin dari orang tua Kartini
sehingga pada saat itu Kartini dinikahkan dengan seorang bupati Rembang bernama
Raden Adipati Joyodiningrat.
Kartini merasa beruntung bisa memiliki seorang
suami yang memiliki sikap ramah dan lemah lembut serta mendukung keinginan
kartini. Berbagai rintangan tidak menyurutkan semangatnya, bahkan
pernikahan sekalipun. Setelah menikah, dia masih mendirikan sekolah di Rembang
di samping sekolah di Jepara yang sudah didirikannya sebelum menikah.
Namun sayang
perjuangan Kartini tidak bisa bertahan lama karena Takdir Ilahi berkata lain ,
Kartini Meninggal di usia muda yaitu pada usia 25 tahun setelah melahirkan anak
pertamanya dan sekaligus terakhirnya yang bernama R.M. Soesalit, lahir pada
tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, tepatnya pada tanggal 17
September 1904, Kartini meninggal dunia pada usia 25 tahun. Jenazah Kartini
dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Apa yang dilakukan oleh Kartini dengan sekolah
itu kemudian diikuti oleh wanita-wanita lainnya dengan mendirikan ‘Sekolah
Kartini’ di tempat masing-masing seperti di Semarang pada tahun 1912, kemudian
berlanjut di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, dan Cirebon. Nama sekolah
tersebut adalah “Sekolah Kartini”. Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga
Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.
Komentar
Posting Komentar